Anda belum login [ Login ]
Resource » Berita Terkini | Artikel | Download
Cari di Arsip:

Meracik Tarif Interkoneksi yang Fair

Tanggal: 02 Jul 2015
Sumber: Ardhi Suryadhi - detikinet

NamaDomain.com,

http://images.detik.com/content/2015/07/02/328/ponselmuda.jpgIlustrasi (gettyimages)

Jakarta - Formula baru tarif interkoneksi masih terus dihitung oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama seluruh operator telekomunikasi. Pengkajian ini lumayan memakan waktu, sembari diiringi harapan adanya sistem yang fair bagi semua pemain.

Seperti diketahui, biaya interkoneksi merupakan salah satu komponen tarif ritel selain biaya promosi/produksi dan margin keuntungan. Biaya ini harus dibayarkan oleh tiap operator jika menyambungkan koneksi pelanggan, baik itu melalui layanan suara atau SMS, lintas operator -- dari operator A ke B (off-net) -- begitupun sebaliknya.

Jadi tarif interkoneksi ini merupakan salah satu lumbung pendapatan bagi operator. Selain tentunya ada pemasukan lain dari layanan on-net (sesama operator).

Menurut Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, pihaknya masih terus menghitung soal tarif interkoneksi yang baru ini. Telkomsel sendiri mengusulkan biaya interkoneksi dihitung berbasis biaya dancommon practice yang telah jamak dilakukan operator telekomunikasi dunia. 

Pemerintah juga diharapkan dapat melakukan perhitungan interkoneksi secara fair. Contohnya, ada operator A membangun 1.000 BTS yang sudah meng-cover satu wilayah. Namun di tempat yang sama ada operator B yang cuma membangun 1 BTS yang jangkauannya lebih kecil. 

"Tetapi ternyata operator tersebut (operator B-red.) meminta tarif interkoneksi yang sama, itu gak fair dong," ujar Ririek.

Selain tak adil, hal ini dinilai juga bisa menghalangi investor untuk membangun infrastruktur yang lebih luas di Indonesia. "Mending bangun 1 BTS saja dong (tetapi bisa mendapatkan biaya interkoneksi yang sama dengan operator yang membangun 1.000 BTS-red.). Ini kan gak fair," jelasnya, menganalogikan.

"Jadi selama itu fair, kita gak masalah (dengan penetapan interkoneksi dari pemerintah-red.)," tegas Ririek di acara buka puasa bersama dengan media, Rabu (1/7/2015) malam. 

Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara mengungkapkan jika tarif interkoneksi sudah waktunya dilakukan penghitungan ulang karena skema tarif yang lama sudah lebih dari 10 tahun.

"Dan skema tarif interkoneksi yang baru harus mereferensikan kondisi sekarang dan ke depan dengan caraforward looking. Itu sebabnya, penghitungan interkoneksi itu selalu long run incremental cost," paparnya.

Dalam pembahasan yang dilakukan, menteri mengindikasikan agar skema tarif bisa didorong lebih besar untuk trafik komunikasi lintas operator (off-net) agar tidak terus-terusan inefisiensi hanya mengandalkan trafik dari dalam jaringan sesama operator saja (on-net).

"Kalau multiple off-net dan multiple on-net tidak terlalu tinggi akan meng-encourage trafik. Tapi kalau terlalu tinggi akan men-discourage, dan itu akan mengakibatkan trafik on-net di dalam jaringan saja," sesalnya. 

Payung hukum untuk interkoneksi ini diatur di Peraturan Menkominfo No. 8/2006 tentang Interkoneksi. Sementara itu, tarif layanan telekomunikasi melalui jaringan bergerak selular diatur dalam Peraturan Menkominfo No. 9/2008.

PM 8/2006 menjamin pelaksanaan interkoneksi yang transparan, non-disriminatif dan mengedepankan prinsip cost-based (sesuai biaya) yang dipandang lebih adil bagi para penyelenggara yang berinterkoneksi.

Perhitungan biaya interkoneksi selama ini menggunakan metode perhitungan Bottom Up Long Run Incremental Cost (BU LRIC) dengan pendekatan Forward Looking.

Untuk menghitung kembali biaya interkoneksi ini -- mengingat aturan yang ada sudah lebih dari 10 tahun dan perlu disesuaikan dengan kondisi kekinian -- maka pengumpulan data-data perlu dilakukan. Terutama jika mengklasifikasi jaringan yang dibangun dengan dana universal service obligation (USO).

Selama ini regulator memperhitungkan biaya yang dikeluarkan operator dominan, seperti biaya infrastruktur, pungutan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi, volume penjualan, dan lain-lain. Nah, jika pengumpulan data sudah selesai, akan disusun daftar penawaran interkoneksi (DPI) sebagai basis menghitung tarif ritel.